Memang harus diakui, Indonesia belumlah memiliki suatu
peraturan perundangan-undangan khusus yang mengatur masalah cyberlaw ataupun
segala kegiatan yang dilakukan melalui jaringan telekomunikasi, dalam hal ini
internet. Namun demikian, tidak berarti aktifitas yang ada tidak ada hukumnya,
karena bagaimanapun yang melakukan aktifitas itu adalah manusia sebagai subyek
hukum, yang tentunya memiliki hak dan kewajiban.
Untuk itu, jalan yang terbaik adalah menggunakan hukum
yang ada (existing law) secara maksimal. Hukum yang dimaksud disini,
tentunya bukan saja peraturan perundang-undangan dalam arti yang tertulis,
namun juga termasuk nettiquet yang bisa dianggap sebagai hukum
yang berlaku jika seseorang "masuk" ke internet.
Sehubungan dengan masalah web content,
apakah itu bentuknya gambar, tulisan/naskah, suara ataupun film dan sebagainya
tentunya merupakan suatu karya cipta yang dilindungi oleh hak
cipta sejak karya cipta itu dilahirkan atau dibuat.
Dan sebagaimana Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
lainnya, hak cipta merupakan hak khusus bagi si pencipta (dan orang yang
menerima hak) untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya ataupun memberi
izin untuk perbanyakan dan pengumumannya.
Perlu diketahui, hak cipta tidaklah dibatasi oleh
medianya, sehingga jika suatu karya dialihrupakan, misalnya saja sebuah karya
photografi di-scandan dijadikan bentuk digital dan di-posting di
suatu situs, maka hak ciptanya tetaplah berada pada pemilik bentuk awalnya. Dan
tindakanposting ini merupakan bentuk pengumuman hak cipta karena
dengan tindakan tersebut, hak cipta dapat dilihat dan dibaca.
Memang, dapat saja photo ini diberikan suatu efek
khusus misalnya dengan menggunakan perangkat lunak pengolah grafik. Namun
hal ini seharusnya mendapatkan izin dari pemilik hak cipta, dan atas hasil
sentuhan khusus ini tentu saja si pemberi efek khusus ini memiliki hak cipta
atas modifikasinya ini.
Ketentuan mengenai hak cipta ini diatur dalam Undang-Undang No.
12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No.6 tahun
1982 tentang Hak Cipta sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.7
tahun 1987 (UU No.12/1997) yang menggantikan Undang-Undang No. 7
Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.6 tahun 1982
tentang Hak Cipta yang sebelumnya telah menggantikan Undang-Undang No. 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
UU No.12/1997, khususnya pasal 11 (1) menyebutkan
bahwa program komputer merupakan ciptaan yang dilindungi dengan jangka waktu
perlindungan selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Perlu
diperhatikan, suatu web content disini dianggap juga program
komputer.
Namun apakah pengambilan naskah lewat internet
sebagian/seluruhnya itu bisa dianggap melanggar hak cipta? Jawabannya tentu
saja bisa.
Namun secara teknis, akan ada beberapa
permasalahan misalnya bagaimana mengetahui siapa sebenarnya pemilik situs?, di
pengadilan mana penuntutan atau gugatan akan dilakukan? Bagaimanakah nantinya
pelaksanaan putusan tersebut? Dan berbagai permasalahan lain. Memang
permasalahan hukum yang berkaitan dengan cyberspace agak lebih
kompleks karena perlu dilakukan "modifikasi" hukum terlebih dahulu.
Selain itu , mungkin ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, misalnya:
1. Coba
periksa secara seksama situs tersebut, mungkin saja webmasteratau
pemilik situs membuat suatu pernyataan penggunaan situs tersebut. Bisa saja,
pemilik situs memberikan izin sepenuhnya atau dalam hal-hal tertentu saja,
misalnya untuk tujuan pendidikan, sehingga bisa saja isinya diambil
seluruh/sebagian. Namun dapat pula, pemilik situs melarang netter untuk
mengambil isi situsnya.
2. Apakah
tujuan dari pengambilan dan menampilkan kembali (posting) naskah
tersebut. Hal ini dikarenakan sesuai dengan pasal 14 UU No.12/1997, penggunaan
hak cipta pihak lain dimungkinkan dengan beberapa persyaratan, diantaranya:
a. harus disebutkan dan atau dicantumkan
sumbernya;
b. untuk keperluan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu
masalah; dan
c. harus tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Pencipta, maksudnya disini adalah manfaat ekonomi dari ciptaan yang bersangkutan. Namun jika terjadi sengketa soal kepentingan yang wajar ini, maka Pengadilan yang akan menentukan tolok ukur ini.
c. harus tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Pencipta, maksudnya disini adalah manfaat ekonomi dari ciptaan yang bersangkutan. Namun jika terjadi sengketa soal kepentingan yang wajar ini, maka Pengadilan yang akan menentukan tolok ukur ini.
sumber: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl90/hak-cipta-di-internet
0 komentar
Posting Komentar